HIDUP ENAK DI NEGERI IMPIAN, MAU?

Di pertengahan tahun 2015 saya berkesempatan mengunjungi Brunei Darussalam, untuk jalan-jalan sekaligus menuntaskan misi saya mengunjungi sepuluh negara ASEAN sebelum ASEAN Community 2015 berjalan. Buat sebagian orang, Brunei menjadi negeri impian. Tapi, apa iya?

BRUNEI DARUSSALAMCERITA TRAVELING

Rifa Mulyawan

5/8/20242 min read

a boat that is sitting in the water
a boat that is sitting in the water

Di pertengahan tahun 2015, saya berkesempatan mengunjungi Brunei Darussalam, untuk jalan-jalan sekaligus menuntaskan misi saya mengunjungi sepuluh negara ASEAN sebelum ASEAN Community 2015 berjalan.

Ada banyak hal yang saya pelajari di sini. Salah satunya, saya berkesimpulan bahwa buat sebagian orang, Brunei menjadi negeri impian. Menjadi rakyat di sana seolah dimanjakan. Biaya sekolah dan kuliah bukanlah sebuah masalah. Layanan kesehatan mudah didapatkan tanpa pusing memikirkan dana pinjaman. Memiliki tempat tinggal dan kendaraan jadi kebutuhan yang tak sulit diwujudkan. Makanan dan minuman pun murah serta mudah didapatkan. Belum lagi, negeri ini terkenal begitu damai juga aman.

Oh iya, bagi sebagian besar masyarakatnya kumpul di rumah sebelum jam 6 itu seperti sebuah kebiasaan. Sebagian besar masyarakat pulang sebelum matahari terbenam, tidak bergelut dengan kemacetan di jalan, sehingga waktu bersama keluarga bukan hal yang terpinggirkan. Bahagia, kan.
Memang, ada harga mahal yang dibayar untuk itu. Rakyat tak bisa memprotes berbagai kebijakan, semua harus menuruti apa kata sultan. Ketika sultan mau hasil penjualan minyak untuk keperluan keluarga kerajaan, atau ketika sultan bilang tempat karaoke tak diizinkan, ya tak ada pilihan selain ikuti peraturan. Kita di sini mungkin bilang, “Kasihan ya mereka. Sejahtera, tapi tak ada kebebasan.”

Tapi, kita tak bisa begitu saja memandangnya dari perspektif kita sendiri. “Ya tak apalah, tak masalah akan kekuasaan sultan dan kebebasan, yang penting kami tetap bahagia dan sejahtera di sini, dirahmati Tuhan, di negeri impian” begitu mungkin pikir mereka.

Di sisi lain, mungkin mereka yang mengasihani kita: Kasihan ya, punya kebebasan, pemerintahannya diminta transparan, tapi negerinya terus mengalami cobaan, pun masyarakatnya masih banyak yang kesusahan.

Tapi tentu, kita juga boleh kan punya perspektif sendiri: "Ya tak apalah, tak masalah. Toh kesulitan yang dialami rakyat Indonesia, susah payah untuk biaya sekolah, pulang malam karena pekerjaan, pusing bayar tagihan dan hutang untuk lanjutkan kehidupan, ditambah lagi bencana alam, kesulitan perekonomian serta berbagai cobaan lainnya, merupakan bagian dari perjuangan. Perjuangan menuju kesejahteraan."

Jadi, seandainya saya berkesempatan miliki pilihan, jadi rakyat Brunei atau tetap Indonesia…
Saya rasa, ketimbang menjadi rakyat Brunei negeri impian, saya tetap memilih jadi rakyat Indonesia, negeri tahan gempuran.


***

*Menulis ini di sela-sela mengerjakan pekerjaan yang menumpuk sehabis ditinggal liburan. Pukul 9 malam, masih di kantor, mengejar deadline. Tidak apa-apa, namanya juga bagian dari perjuangan.